KONTEKSBERITA.com – Ketua DPR, Puan Maharani, menyuarakan keprihatinannya terhadap proses Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB 2023 yang dipenuhi dengan banyaknya dugaan kecurangan. Ia meminta pemerintah untuk mengevaluasi sistem PPDB tersebut.
Puan mendorong evaluasi dilakukan karena adanya manipulasi data kependudukan yang dilakukan untuk memanfaatkan jalur afirmasi atau sistem zonasi.
“Dilihat dari satu sisi, kejadian manipulasi data kependudukan ini terjadi karena jumlah sekolah tidak sebanding dengan jumlah calon peserta didik,” ujar Puan dalam keterangannya pada Sabtu, (14/7/2023).
Berdasarkan temuan lapangan, terdapat data kependudukan yang terdaftar dalam sistem PPDB namun tidak sesuai dengan data yang ada di lapangan.
Hal ini mencurigakan adanya manipulasi data agar dapat diterima di sekolah pilihan dengan memanfaatkan kuota jalur afirmasi.
Jalur afirmasi merupakan jalur penerimaan siswa yang diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga dengan kondisi ekonomi kurang mampu dan anak penyandang disabilitas.
Puan juga meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk melakukan pengawasan ketat dalam PPDB jalur afirmasi.
Terkait dengan jalur zonasi, dugaan manipulasi data juga muncul agar anak-anak dapat diterima di sekolah yang diinginkan.
Jalur zonasi adalah mekanisme penerimaan peserta didik baru berdasarkan zonasi tempat tinggal.
Di Kota Bogor, Dinas Pendidikan setempat telah mencoret setidaknya 209 siswa yang diduga melakukan kecurangan dalam proses PPDB zonasi.
Beberapa di antaranya melakukan manipulasi data atau menitipkan data anak pada Kartu Keluarga (KK) lain yang berdekatan dengan sekolah yang dituju.
Puan juga meminta Kemendikbud untuk mengevaluasi sistem zonasi.
Ia mengungkapkan bahwa sistem zonasi memang memiliki niat baik dalam mengatasi ketimpangan, terutama dalam hal kastanisasi di dunia pendidikan.
Kastanisasi merujuk pada pemisahan antara sekolah unggulan atau favorit dengan sekolah non-unggulan.
Sekolah unggulan umumnya memiliki siswa-siswa berprestasi, sementara sekolah non-unggulan lebih banyak diisi oleh siswa dengan kemampuan rata-rata.
Meskipun demikian, menurut Puan, kendala yang timbul terkait sistem zonasi adalah kurangnya kuota penerimaan siswa karena jumlah sekolah negeri di setiap kecamatan tidak sebanding dengan jumlah peminat.
Akibatnya, banyak orang tua yang mencoba mengakali agar anak mereka dapat diterima di sekolah negeri dengan cara melakukan pungli, memanipulasi sistem, dan kecurangan lainnya.
Sistem PPDB zonasi juga bertujuan untuk mengurangi jarak antara rumah siswa dengan sekolah.
Sebelum diberlakukan sistem zonasi, banyak siswa yang tinggal hanya beberapa ratus meter dari sekolah unggulan, namun terpaksa harus bersekolah di tempat yang lebih jauh karena tidak dapat diterima di sekolah unggulan tersebut.
Puan mendukung penghapusan kastanisasi sekolah, namun ia meminta pemerintah untuk menemukan formulasi yang tepat agar sistem zonasi yang memiliki niat baik tersebut tidak disalahgunakan sebagai peluang untuk melakukan kecurangan.
“Sekolah harus memiliki standar pendidikan yang sama, sehingga tidak ada lagi pemisahan antara sekolah unggulan dan bukan unggulan. Ini merupakan tanggung jawab pemerintah dalam menjalankan amanat sesuai undang-undang,” ujar Puan.
Editor: Uje