KONTEKSBERITA.com – Sertifikasi halal pada sebuah produk, baik itu makanan, kosmetik, maupun obat-obatan, menjadi suatu keharusan yang mutlak terpenuhi sebelum produk tersebut digunakan, terutama bagi umat Muslim.
Sertifikat halal adalah bukti bahwa produk tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan atau diproses dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam.
Bagi para produsen, memiliki sertifikasi halal bukan hanya merupakan tanggung jawab sosial terhadap konsumen, tetapi juga meningkatkan daya saing produk di pasar.
Saati ini, Badan Penyelenggara Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan sertifikasi halal.
Ketentuan mengenai produk halal telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang mengharuskan setiap produk yang beredar di Indonesia untuk memiliki sertifikasi halal, kecuali produk yang dianggap haram.
Produk yang termasuk dalam kategori ini meliputi makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang-barang yang digunakan oleh masyarakat.
Bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang bergerak di bidang kuliner atau pangan, memiliki sertifikat halal sangat disarankan, selain juga harus memperoleh izin edar dari BPOM RI atau Dinas Kesehatan setempat.
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, proses pengurusan sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) menjadi lebih singkat, dari 21 hari menjadi 12 hari kerja sejak pengajuan ke BPJPH dan verifikasi oleh pendamping PPH.
Proses sertifikasi halal melalui skema selfdeclare melibatkan pengajuan permohonan, verifikasi, dan validasi pernyataan oleh pendamping proses produk halal (PPH), serta verifikasi dokumen secara otomatis dalam sistem SiHalal. Setelah itu, BPJPH mengeluarkan Surat Tanda Terima Dokumen (STTD), dan Komite Fatwa Produk Halal menetapkan kehalalan produk sebelum sertifikat halal diterbitkan.
Sementara itu, proses penetapan ketetapan halal oleh MUI, MUI kabupaten/kota, atau Majelis Permusyawaratan Aceh melalui sidang fatwa halal dilakukan paling lama tiga hari kerja sejak menerima laporan dari Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).
Jika proses melewati batas waktu tiga hari, maka Komite Fatwa Produk Halal akan mengambil keputusan berdasarkan fatwa awal.
Perppu nomor 2 tahun 2022 diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha, terutama dalam menghadapi perubahan peraturan terkait UU Cipta Kerja.
Editor: Uje
*Update Berita Lainnya di Google News.