KONTEKSBERITA.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kerja sama pengelolaan kawasan hutan.
Dalam operasi ini, KPK mengamankan sembilan orang di empat lokasi berbeda, yakni Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor. Selain itu, tim penyidik turut menyita barang bukti berupa dua unit mobil serta uang tunai sebesar SGD 189.000 dan Rp8,5 juta.
Setelah menemukan bukti yang cukup, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu DIC selaku Direktur Utama PT INH, DJN selaku Direktur PT PML, dan ADT selaku staf perizinan SB Grup.
Ketiga tersangka ditahan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 14 Agustus hingga 1 September 2025, di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih.
Dalam konstruksi perkara, diketahui bahwa sebelumnya telah terjalin kerja sama antara PT INH dan PT PML terkait pengelolaan kawasan hutan di wilayah Lampung.
Namun, PT PML diduga tidak memenuhi sejumlah kewajiban, antara lain pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pinjaman dana reboisasi, hingga kewajiban pelaporan kegiatan secara berkala kepada PT INH.
Persoalan tersebut bahkan telah diproses secara hukum dan berkekuatan hukum tetap berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA).
Meskipun demikian, pada awal tahun 2024, PT PML kembali menjalin kerja sama dengan PT INH untuk pengelolaan lahan hutan di dua lokasi di Lampung, masing-masing seluas 2.619,40 hektare dan 669,02 hektare.
Untuk memperlancar kesepakatan lanjutan ini, DIC diduga menerima uang suap sebesar Rp100 juta melalui perantaraan ADT. Selain itu, DIC juga meminta satu unit mobil senilai Rp2,3 miliar kepada DJN.
Atas perbuatannya, DJN dan ADT sebagai pihak pemberi suap diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sementara itu, DIC sebagai pihak penerima suap, diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang-Undang yang sama.
Penanganan perkara ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk mencegah praktik korupsi di sektor sumber daya alam (SDA), khususnya di bidang kehutanan, yang memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat dan potensi besar dalam menyumbang penerimaan negara.
(Red)